DRAG

Senin, 14 Maret 2011

Kenapa Diameter Magnet Umumnya 112 mm?


Kenapa Diameter Magnet Umumnya 112 mm?


 Rata-rata diameter magnet 112 mm
Di motor
, kebanyakan atau umunya magnet memiliki ukuran sama. Terutama pada diameter, rata-rata berukuran 112 mm. Kenapa bisa begitu? Kok tidak saling tuntut ya?

Diameter magnet 112 mm berhubungan dengan derajat pengapian. “Supaya tidak susah menghitungnya,” jelas Herianto dari Bintang Racing Team (BRT).

Menurut bro beken disapa Bom Bom ini, diameter magnet 112 mm berarti 1 mm sama dengan 1 derajat. Yuk dibuktikan menggunakan rumus matematika ketika kita masih di SD (Sekolah Dasar).

Rumus keliling lingkaran yaitu dilambangkan K = 2 x ∏ x R. Atau K = ∏ x D. Arti dari masing-masing huruf yaitu ∏ = 3,14, R = jari-jari magnet dan D = diameter magnet.


 Tonjolan sensor pulser menambah diameter magnet
Jika diameter magnet atau D = 112 mm, maka keliling lingkaran yaitu:

K = ∏ x D

K = 3,14 x 112

K = 352 mm

Angka ini belum dihitung dengan ketebalan pick up pulser atau tonjolan sensor di magnet. Tebal tonjolan ini kira-kira 2 mm. Jadinya diameter magnet total berikut tonjolan pulser ditambah 4 mm. Jadinya 112 + 4 = 116 mm.

Jadi, keliling lingkaran total K = 3,14 x 116 mm = 362 mm. Kalau digenapkan jadi 360 mm. Ini sama dengan keliling lingkaran yang 360ยบ.


 Memiliki ketebalan 2 mm  
Jadinya, bisa disimpulkan. “Angka 1 derajat = 1 mm,” jelas Heri yang juga kepala produksi CDI BRT itu.

Lalu bagaimana dengan magnet yang dibuat kecil. Seperti magnet Yamaha YZ misalnya. Diameternya dibuat 75 mm. Apakah program timing pengapian akan sama jika asalnya menggunakan magnet Jupiter 112 mm trus diganti magnet YZ yang 75 mm.

Masih menurut Heri, walau secara hitungan sama antara magnet Jupiter dan YZ, tapi tetap ada pergeseran timing. Itu jika keduanya saling tukar. Ini akibat imbas elektronis. Berikut contoh timing yang meleset:

RPM JupiterYZ
2.5003030
3.0003231
4.0003233
5.0003230

Untuk bisa mendapatkan seting timing yang pas kudu pakai timing light. Tentu agar hasilnya sama.

Rasio Yamaha Mio Bikin Siap Menekuk BeAT


Rasio Yamaha Mio Bikin Siap Menekuk BeAT



 Tiga pilihan rasio. Akselerasi lebih enteng
Dipakai 
untuk harian dan road race, Yamaha Mio masih dirasa kurang lincah. “Tidak seperti Honda BeAT yang mudah diajak berakselerasi,” jelas Nanang Gunawan dari MCC Racing.

Makanya Koh Nanang merancang ulang rasio Mio. Supaya mudah menekuk BeAT di putaran bawah dan atas. Terutama untuk kelas 115 dan 130 cc di balap matik dan tentunya juga untuk korek harian.

Aslinya Mio punya rasio 13/42. Oleh Koh Nanang dibuatkan lebih enteng. Yaitu 12/42, 13/44 dan 13/45. Pilihan 12/42 hanya dibuatkan gir 12-nya saja, gir 42 tetap masih pakai standar.

Pilihan rasio ramuan Koh Nanang ini sesuai kelas di event MOTOR Plus Indonesian Super Matic Race 2011. Rasio 12/42 untuk kelas 115 cc, 13/45 untuk kelas 130 cc dan 13/44 kelas 150 cc. Atau tergantung dari kondisi trek yang disuguhkan.

“Kalau dari hitungan total menyangkut gir primer dan sekunder, rasio 13/44 sama dengan karakter rasio standar BeAT yang 12/45,” jelas Nanang yang mantan pembalap lama itu.

Harganya tentu yang 12/42 lebih murah, yaitu hanya 450 ribu karena cuma dapat satu gir. Sedangkan yang pilihan 13/44 dan 13/45 dibenderol Rp 750 ribu. Informasi lebih komplet lagi, silakan langsung betot gas ke Jl. Batu Ampar 1, No. 100, Condet, Jakarta Timur. Telepon (021) 8006836.

jurus Gampang Pasang Stiker Bodi Sendiri

jurus Gampang Pasang Stiker Bodi Sendiri

Disemprot air sabun sebelum pasang
Semua
 pasti berpikir sulit ketika harus memasang sendiri stiker bodi di motor kesayangan. Sebab jika gagal, taruhannya uang melayang. Iya dong! Kan beli stikernya pakai uang. Kalau stikernya rusak, jadi percuma.

Banyak juga yang pilih jalan instan. Yup! Mending ke tukang stiker lalu minta dipasangin. Rebes, eh beres! Tinggal bayar ongkos kerja aja. He..he..he...

Santai bro! Karena sebenarnya, jurus atau cara pasang stiker bodi itu mudah bin eces. “Hanya bermodal air sabun dan karet atau plastik penghalau air,” ungkap Pikno dari Portal Sticker di Jl. Pinang I, No. 54C, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan.

Apalagi untuk stiker bodi yang bukan dari stiker printing. “Karena biasanya stiker sudah pas dengan bodi motor, jadi tinggal penyesuaianya,” tegas pria ramah asal Tegal, Jawa Tengah ini.

Langsung ke cara pasang yuk! Tapi jika masih ada stiker bodi sebelumnya, baiknya dilepaskan dulu. Cara melepasnya, ya konvensional. Harus dikletek atau dicabut per bagian.

"Stiker Honda agak sulit ketimbang motor lain. Tidak bisa langsung semua dicabut sekaligus. Jadi butuh sedikit waktu lebih lama,” kata pria 31 tahun ini.

Setelah stiker lama dicabut, bersihkan bodi bekas stiker tadi pakai air bersampo atau cairan sabun cuci piring lalu keringkan pakai lap. Sekarang mulai pasang stiker baru. Tapi sebelumnya, semprot lagi bodi itu dengan air bersabun.

Air sabun ini berfungsi agar stiker masih bisa digerakan ketika dipasang. Jadi, tidak langsung melekat. Dengan begitu, letak stiker masih bisa diatur atau doperbaiki sesuai komposisinya. “Tapi sabunnya jangan terlalu banyak. Karena jadi lama kering dan lengket,” saran Pikno.

Jika posisinya tepat sesuai keinginan, kini tinggal buang air yang ada di dalam stiker pakai karet. Caranya, dengan menggosok karet itu ke lapisan atas stiker. Rebes deh!

Lentur berkat pemanas sebelum ditarik
Digital Printing

Menurut Pikno, pemasangan stiker bodi yang serupa orisinal tergolong lebih mudah ketimbang cutting sticker. Terlebih stiker bodi printing. Sebab, tak sedikit stiker ini yang dimensinya melebihi bodi.

"Tidak hanya penyesuaian letak, tapi harus tarik sana-sini agar lebih rapi,” ungkap pria berambut panjang ini. Selain itu dalam pemasangan digital print stiker ini, juga butuh alat tambahan lain. Semacam pemanas yang menyerupai pengering rambut.

Pemanas ini diarahkan ke stiker. Tujuannya, agar stiker lentur. Jadi memungkinkan untuk ditarik dan disesuaikan. “Tapi, nariknya juga jangan terlalu kencang. Nantinya bisa mudah terlepas,” pesan Pikno. Kelar “ditembak” pemanas, dirapikan dengan menggosok karet ke permukaan atas stiker biar rata. Dengan begitu, efek gelembung hilang. So, butuh proses lebih lama 

Kawasaki Edge Ibnu Sambodo, Ilmu Fisika Model Juara Asia


Kawasaki Edge Ibnu Sambodo, Ilmu Fisika Model Juara Asia

Ibnu Sambodo sukses mengantar Kawasaki dan Hadi Wijaya menjadi juara Asia. Kuncinya, hanya dengan ilmu fisika dasar yang membalik logika pemikiran yang biasa diterapkan oleh banyak mekanik di Indonesia.

Sudah jadi logika umum, balap di udara bertemperatur rendah, mekanik selalu utak-atik karburator. Makin rendah temperatur,maka campuran bahan bakar dibikin sekering mungkin.

Tapi sebaliknya, bila temperatur panas, maka bahan bakar dibikin kaya. Dengan kata lain dibikin boros. Agar mesin tidak kepanasan dan meleduk akibat overheat. Duaarr...


Nah, logika inilah yang dibalik oleh Pakde, sapaan akrab Ibnu. Menurutnya, bermain di Qatar yang dipentas malam hari dengan suhu udara 22 derajat celcius , campuran bahan bakar malah dibikin kaya. Lebih kaya daripada seri Sentul yang dihelat siang hari dengan suhu 28-31 derajat celsius.

Di Qatar, jetting Kawasaki Edge yang berkarburator Mikuni 24 ini diisi dengan perbandingan 240/35. Padahal, saat di Sentul yang bersuhu terik cuma menggunakan spuyer 200/40.

Alasannya, simpel. “Ini bukan melawan logika berfikir. Tapi, saya hanya menggunakan ilmu fisika,” tegas pemilik tim Manual Tech ini. Jelasnya begini. Untuk menghasilkan kinerja mesin mesin yang kuat, ada dua hal yang diperlukan dalam hal pendinginan. Yang pertama, pendinginan untuk mengantisispasi panas mesin, dan pendinginan untuk mengatisipasi temperatur udara.
Di Qatar yang bermain malam hari, memerlukan bahan bakar lebih banyak. Logikanya simpel, sama seperti kenapa kita memerlukan choke untuk menghidupkan motor di pagi hari. Makin dingin temperature udara di luar, makin butuh campuran bahan bakar dan udara lebih banyak.

Itulah kenapa Ibnu selalu membawa alat yang berjuluk thermo hydro. Alat ini untuk mengatahui suhu, kelembaban udara dan juga arah dan kecepatan angin. Setelah sampai di negara tempat balapan berlangsung. Tidak lupa membuka website ramalan cuaca untuk mengetahui cuaca setempat. Setelah itu baru deh dicocokkan dengan alat canggih itu.

Dari sini, akan terlihat patokan setingan. Apalagi Qatar baru pertama dipakai balapan bebek, sehingga tidak ada data rujukan. Dari data cuaca itu baru akhirnya diketahui, ”Bahwa kelebaban dan temperaturya mirip dengan balap di Cina. Makanya, seting jetting yang dipakai tidak jauh dengan Cina,” tambah pria yang tidak banyak omong ini.

Kecepatan dan arah angin, diperlukan dalam seting gir. Apakah angin searah trek lurus Qatar yang berjarak 1.140 meter ataukah berlawanan. Bila searah, maka bisa menggunakan perbandingan gir lebih berat. Tapi, bila berlawanan, menggunakan gir lebih ringan.

Dari pengukuran, diketahui arah angin berkecepatan 15 km/jam dan berlawan dengan trek lurus. Ibnu pun menggunakan perbandingan gir 15/37.

Hanya dua hal ini saja yang diutakatik. Selebihnya sama saja dengan seri sebelumnya."Karena keterbatasan waktu dan masih buta dengan kondisi sirkuit, makanya tidak ada perubahan besar di dalam engine. Dan bila terlalu bereksperimen, takutnya malah jadi berbahaya," khawatir Ibnu.

Apalagi selisih poin antara Hadi Wijaya dan Denny Triyugokurang hanya 5 poin. Kesempatan Hadi Wijaya merebut juara, ya hanya di seri final ini. Makanya, durasi kem tetap dipatok 274 derajat pada lift 1 mm. Sementara klep masih mengandalakan ukuran 27,2 dan 23,2 mm.

Berbekal ilmu fisika, Hadi pun sukses menjadi juara Asia. (motorplus-online.com)

DATA MODIFIKASI
 CDI : Rextor
Karburator : Mikuni 24
Klep : 27,2 dan 23,2
Spuyer : 240/35
Gir : 15/37

Senin, 07 Maret 2011

HiDS, Alat Diagnosis Injeksi Motor Honda, Murah dan Lengkap!


HiDS, Alat Diagnosis Injeksi Motor Honda, Murah dan Lengkap!

Sebelumnya, mendeteksi kerusakan sistem injeksi bahan bakar PGM-Fi pada sepeda motor Honda harus dilakukan dengan melihat kode kedipan lampu di panel indikator. Tapi kini, dengan HiDS-Injection Diagnostic Tool (HiDS) langkahnya jadi lebih mudah.

Enggak perlu lagi melihat kedipan, karena begitu sistem injeksi dari Electronic Control Unit (ECU) di colokan ke alat ini, semua kerusakan dan kinerja semua sensor sudah langsung terdeteksi.

Sebenarnya alat ini mirip Honda Diagnostic System (HDS) yang pernah dikenalkan PT Astra Honda Motor diawal peluncuran Honda Supra X 125 injeksi.

Sayangnya, HDS yang didatangkan langsung dari Thailand ini hanya bisa mendeteksi kerusakan pada Supra X 125. Dan harganya mahal, satu unit HDS kala itu dijual Rp 14 jutaan. Sedang HiDS yang buatan Indonesia ini hanya dijual Rp 2,6 jutaan.

Selain itu, HiDS bukan hanya mampu mendiagnosa kerusakan pada Supra X 125, tapi semua line up motor injeksi Honda yang ada di Indonesia. Mulai dari Supra X 125, Honda PCX, Honda Revo AT, hingga motor sport terbaru Honda CBR250R dan Honda CBR150R yang baru akan diluncurkan di Indonesia.

Bagaimana cara kerjanya? Yuk langsung mempraktekanya pada Honda CBR250R. Pertama cari soket ECU, pada CBR250R terletak di kolong, di bawah jok belakang. Setelah itu, langsung colok ke HiDS dan nyalakan mesin.

HiDS akan langsung membaca jenis motornya secara otomatis. Kemudian tinggal pilih menu untuk melakukan scanning kerusakan. Setelah terdeteksi, mekanik tinggal melakukan perbaikan atau penggantian komponen yang rusak.

Setelah semua perangkat injeksi dalam kondisi benar, langkah selanjutnya adalah melakukan "reset" untuk menghapus memory yang lama di ECU, memory yang membaca masih ada kerusakan pada perangkat injeksi.

Nah, dengan HiDS ini reset bisa dilakukan secara langsung dan sangat mudah. Enggak perlu menggunakan jampper, tinggal pilih menu reset lalu tekan enter, maka semuanya kembali normal.

Untungnya perangkat canggih ini bisa dibeli oleh siapapun lewat jaringan main dealer Honda. Jadi bengkel umum juga bisa otak-atik motor injeksi!